Powered By Blogger

Rabu, 02 Juni 2010

tata guna lahan perkotaan

A. Pengertian wilayah kota/perkotaan
Menurut Bintarto, kota merupakan sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah dan nonalamiah. Dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen, kehidupan yang materialistis dibandingkan dengan wilayah beakangnya/ hinterland.
Menurut Dickinson kota adalah suatu permukiman yang bangnan rumanya rapat, dan penduduknya bernafkah bukan pertanian. Suatu kota umumnya selalu mempunyai rumah – rumah yang mengelompok atau merupakan permukiman terpusat. Suatu kota yang tidak terencana berkembang dipengaruhi oleh keadaan fisik dan sosial.
Pada piramida kota tampak bahwa sosok/bangun (struktur) kota makin ke tengah makin tinggi karena penduduk kota makin ke tengah makin rapat. Sosok atau sruktur adalah sebutan kepada segala yang di bangun, baik oleh alam maupun oleh manusia, biasanya tersembul dari permukaan bumi. Yang dibangun oleh alam misalnya bukit, gunung, dan sebagainya; yang dibangun oleh manusia misalnya bangunan rumah, bangunan kantor pabrik, dan sebagainya.
Kota yang terletak pada permukaan bumi yang mempunyai berbagai rintangan alam, dalam perkembangannya akan menyesuaikan diri sehingga kota berbentuk tidak teratur.
Suatu hal yang khas bagi suatu kota ialah bahwa kota itu umunya mandiri atau serba lengkap (self contained), yang berarti penduduk kota bukan hanya bertempat tinggal saja di dalam kota itu, tetapi bekerja mencari nafkah di dalam kota berekreasi dilakukan di dalam kota itu. Keadaan ini sangat berlainan dengan keadaan di dalam kampung di wilayah pedesaan, dimana penduduk umumnya harus pergi ke luar kampong untuk mencari nafkah.
Dengan demikian kota menyediakan segala fasilitas bagi kehidupan daik sosial maupun ekonomi,sehingga baik bertempat tinggal maupun bekerja dan berekreasi dapat dilakukan oleh penduduk dalam kota. Yang merupakan kegiatan ekonomi di kota terutama adalah kegiatan ekonomi industry dan ekonomi jasa/ fasilitatif yang tidak memerlukan tanah luas, sehingga bentuk kota kempal (kompak), bangunannya berdekatan, sehingga kerapatan penduduk tinggi.
Kata kota juga bisa berarti dua hal yang berbeda. Pertama, kota dalam pengertian umum adalah suatu daerah terbangun yang didominasi jenis penggunaan tanah nonpertanian dengan jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cukup tinggi. Dibandingkan perdesaan, penggunaan tanah perkotaan mempunyai intensitas yang lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan dalam pemakaian modal yang besar, jumlah orang yang terlibat lebih banyak, nilai tambah penggunaan ruang yang dihasilkan lebih besar, dan keterkaitan dengan penggunaan tanah yang lain lebih erat. Maka kota senantiasa menjadi pusat daerah di sekitarnya.
Kedua, kota dalam pengertian administrasi pemerintahan diartiikan secara khusus, yaitu suatu bentuk pemerintahan daerah yang secara mayoritaswilayah daerahnya merupakan daerah perkotaan. Wilayah kota secara administratif tidak selalu semuanya berupaperkotaan (urban), tapi pada umumnya masih mempunyai daerah perdesaan (rural). Wilayah ini dikepalaii oleh walikota yang sifatnya otonom dan kedudukannya sejajar dengan pemerintah kabupaten.
Didalam UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa kawasan perkotaan dapat dibedakan atas 4 (empat) hal, yakni :
1. kawasan perkotaan yang berstatus administratif kota
2. kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari daerah kabupaten
3. kawasan perkotaan baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah kawasan perdesaan menjadi kawasan perkotaan
4. kawasan perkotaan yang menjadi bagian dari 2 atau lebih daerah yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi dan fisik perkotaan
A. Penggunaan lahan di daerah perkotaan
Penggunaan tanah perkotaan didominasi oleh jenis penggunaan nonpertanian seperti perumahan / pemukiman, jasa, perdagangan, industri. Penggunaan tanah di perkotaan mempunyai tiga ciri yang menonjol, yaitu :
1. Intensitas penggunaan lebih intensif. Intensiitas penggunaan tanah yang tinggi ditunjukkan dengan besarnya jumlah orang yang terlibat dan besarnya nilai investasi. Pada tingkat lanjutnya apabila perkeembbangan ke arah horizontal sudah terbatas maka perkembangan pemanfaatan ruang menuju ke arah vertikal.
2. Adanya keterkaitan antar unit-unit penggunaan tanah yang sangat erat.
3. Ukuran unit-unit penggunaan didominasi luasan yang relatif kecil apabilla dibandinggkan dengan penggunaan tanah perdesaan.
Intensitas penggunaan tanah yang tinggi juga ditunjukkan dengan adanya penggunaan ruang di atasnya, yaitu dengan bangunan kee arah vertikal atau bertingkat. Untuk tanah dengan banngunan tinggi jenis penggunaan tanahnya menjadi kompleks, yang sering merupakan campuran antara perdagangan, jasa, dan apartemen. Selain jenis penggunaan tanahnya kompleks, pemanfaatan tanah atau ruangnya juga bisa lebih kompleks lagi, yaitu meliputi pemanfaatan untuk kantor, toko, pelayanan jasa pribadi, tempat hiburan, dan sebagainya.
Pola Dasar Tata Kota
Pola dasar tata lahan kota adalah tata penggunaan lahan perkotaan dalam pemanfaatanya sebagai kawasan kegiatan masyarakat. Ada beberapa toeri yang mengemukakan pola dasar tata gulahan perkotaan dan perkembanganya, diantaranya yaitu:
1. Teori Konsentrik
Teori konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess ini didasarkan pada pengamatanya di Chicago pada tahun 1925, E.W. Burgess menyatakan bahwa perkembangan suatu kota akan mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.

Keterangan :
1) Daerah pusat bisnis atau The Central Bussiness District (CBD)
2) Daerah Transisi atau The Zone of Transition
3) Daerah pemukiman para pekerja atau The Zone of Workkingmen’s homes
4) Daerah tempat tinggal golongan kelas menengah atau The Zone of Middle Class Develiers
5) Daerah para penglaju atau The Commuters Zone
Karakteristik masing-masing zona dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Zona 1: Daerah Pusat Bisnis
Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerahpaling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.
b) Zona 2 : Daerah Transisi
Adalah daerah yang mengitari pusat bisnis dan merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan pemukiman yang terus menerus. Daerah ini banyak dihuni oleh lapisan bawah atau mereka yang berpenghasilan rendah.
c) Zona 3 : Daerah pemukiman para pekerja
Zona ini banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja pabrik, industri. Kondisi pemukimanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan daerh transisi. Para pekerja di sini berpenghasilan lumayan saja sehingga memungkinkan untuk hidup sedikit lebih baik.
d) Zona 4 : Daerah pemukiman yang lebih baik
Daerah ini dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari orang-orang yang profesional, pemilik usaha/bisnis kecil-kecilan, manajer, para pegawai dan lain sebagainya. Fasilitas pemukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.
e) Zona 5 : Daerah para penglaju
Merupakan daerah terluar dari suatu kota, di daerah ini bermunculan perkembangan permukiman baru yang berkualitas tinggi. Daerah ini pada siang hari boleh dikatakan kosong, karena orang-orangnya kebanyakan bekerja.
Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan tiap daerah dalam cenderung memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah urutan-urutan yang dikenal sebagai rangkaian invasi (invasion succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan ekonomi kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak lain, jika jumlah penduduk sebuah kota besar cenderung menurun, maka daerah disebelah luar cenderung tetap sama sedangkan daerah transisi menyusut kedalam daerah pusat bisnis. Penyusutan daerah pusat bisnis ini akan menciptakan daerah kumuh komersial dan perkampungan. Sedangkan interprestasi ekonomi dari teori konsentrik menekankan bahwa semakin dekat dengan pusat kota semakin mahal harga tanah.
2. Teori Sektor
Teori ini dikemukakan oleh Humer Hyot (1939), menyatakan bahwa perkembangan kota terjadi mengarah melalui jalur-jalur sektor tertentu. Sebagian besar daerah kota terletak beberapa jalur-jalur sektor dengan taraf sewa tinggi, sebagian lainnya jalur-jalur dengan tarif sewa rendah yang terletak dari dekat pusat kearah pinggiran kota. Dalam perkembangannya daerah-daerah dengan taraf sewa tinggi bergerak keluar sepanjang sektor atau dua sektor tertentu (Spillane dan Wan, 1993:19).
Menurut Humer Hyot kecenderungan pendudk untuk bertempat tinggal adalah pada daerah-daerah yang dianggap nyaman dalam arti luas. Nyaman dapat diartikan dengan kemudahan-kemudahan terhada fasilitas, kondisi lingkungna baik alami maupun non alami yang bersih dari polusibaik fiskal maupun nonfiskal, prestise yang tinggi dan lain sebagainya.



Keterangan :

1) Daerah Pusat Bisnis
2) Daerah Industri ringan dan perdagangan
3) Daerah pemukiman kelas rendah
4) Daerah pemukiman kelas menengah
5) Daerah pemukiman kelas tinggi

Secara garis besar zona yang ada dalam teori sektor dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Zona 1: Daerah Pusat Bisnis
Deskripsi anatomisnya sama dengan zona 1 dalam teori konsentris, merupakan pusat kota dan pusat bisnis.
b. Zona 2: Daerah Industri Kecil dan Perdagangan
Terdiri dari kegiatan pabrik ringan, terletak diujung kota dan jauh dari kota menjari ke arah luar. Persebaran zona ini dipengaruhi oleh peranan jalur transportasi dan komunikasi yang berfungsi menghubungkan zona ini dengan pusat bisnis.
c. Zona 3: Daerah pemukiman kelas rendah
Dihuni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah. Sebagian zona ini membentuk persebaran yang memanjang di mana biasanya sangat dipengaruhi oleh adanya rute transportasi dan komunikasi. Walaupun begitu faktor penentu langsung terhadap persebaran pada zona ini bukanlah jalur transportasi dan komunikasi melainkan keberadaan pabrik-pabrik dan industri-industri yang memberikan harapan banyaknya lapangan pekerjaan.
d. Zona 4: Daerah pemukiman kelas menengah
Kemapanan Ekonomi penghuni yang berasal dari zona 3 memungkinkanya tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan tempat kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak dan semakin baik.
e. Zona 5: Daerah pemukiman kelas tinggi
Daerah ini dihuni penduduk dengan penghasilan yang tinggi. Kelompok ini disebut sebagai “status seekers”, yaitu orang-orang yang sangat kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain dalam hal ketinggian status sosialnya.
3. Teori Pusat Kegiatan Banyak
Dikemukakan oleh Harris dan Ulman, menurut pendapatnya kota-kota besar tumbuh sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi terus-menerus dari pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain dalam suatu sistem perkotaan dan proses pertumbuhannya ditandai oleh gejala spesialisasi dan diferensiasi ruang (Yunus, 2000:45).



Keterangan:
1) Daerah Pusat Bisnis
2) Daerah Industri ringan dan perdagangan
3) Daerah pemukiman kelas rendah
4) Daerah pemukiman kelas menengah
5) Daerah pemukiman kelas tinggi
6) Daerah industri berat
7) Daerah bisnis
8) Daerah tempat tinggal pinggiran
9) Daerah industri di daerah pinggiran
Zona-zona keruangan berdasarkan keterangan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Zone 1 : Daerah pusat bisnis. Zona pada teori ini sama dengan zona pada teori konsentris.
Zona 2 : Daerah industri ringan dan perdagangan. Persebaran pada zona ini banyak mengelompok sepanjang jalur kereta api dan dekat dengan daerah pusat bisnis
Zona 3 : Daerah pemukiman kelas rendah. Zona ini mencerminkan daerah yang kurang baik untuk pemukiman sehingga penghuninya umumnya dari golongan rendah.
Zona 4 : Daerah pemukiman kelas menengah. Zone ini tergolong lebih baik daro zone 3, dikarenakan penduduk yang tinggal di sini mempunyai penghasilan yang lebih baik dari penduduk pada zoe 3.
Zona 5 : Daerah pemukiman kelas tinggi. Zone ini mempunyai kondisi paling baik untuk permukiman dalam artian fisik maupun penyediaan fasilitas. Lokasinya relatif jauh dari pusat bisnis, namun untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di dekatnya dibangun daerah bisnis baru yang fungsinya sama seperti daerah pusat bisnis.
Zona 6 : Daerah industri berat. Merupakan daerah pabrik-pabrik besar yang banyak mengalami berbagai permasalahan lingkungan seperti pencemaran , kebisingan, kesmrawutan lalu lintas dan sebagainya. Namun zona ini juga banyak menjanjikan berbagai lapangan pekerjaan. Penduduk berpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat zona ini.
Zona 7 : Daerah bisnis lainnya. Zona ini muncul seiring munculnya daera pemukiman kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona ini.
Zona 8 : Daerah tempat tinggal di pinggiran. Penduduk di sini sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota dan daerah ini hanyak husus digunakan untuk tempat tinggal.
Zona 9 : Daerah industri di daerah pinggiran. Unsur transportasi menjadi prasyarat hidupnya zona ini. Pada perkembangan selanjutnya dapat menciptakan pola-pola persebaran keruanganya sendiri dengan proses serupa.
Proses Pemekaran Kota
Suatu kota mengalami perkembangan dri waktu ke waktu. Perkembangan ini menyangkut aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik. Khususnya mengenai aspek yang berkaitan langsung dengan penggunaan lahan perkotaan maupun penggunaan lahan pedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya yg disebut pendekatan morfologi kota atau “Urban Morphological Approach” (Yunus, 2000:107).
Menurut Herbert (Herbert dalam Yunus, 2000:197) Matra morfologi pemukiman menyoroti eksistensi keruangan kekotaan dan hal ini dapat diamati dar kenampakan kota secara fiskal yang antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik dari daerah hunian ataupun bukan (perdagangan dan industri) dan juga banguna individual.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan maupun kegiatan penduduk perkotaan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan yang besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut”urban sprawl”.Adapun macam “urban sprawl” sebagai berikut: (Yunus, 2000:124)
Tipe 1 : Perembetan konsentris (Concentric Development/ Low Density continous development)


Dikemukakan pertama kali oleh Harvey Clark (1971) menyebut tipe ini sebagai “lowdensity, continous development” dan Wallace (1980) menyebut “concentric dvelopment”. Tipe perembetan paling lambat, berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakkan fisik kota yang sudah ada sehingga akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang kompak. Peran transportasi terhadap perembetannya tidak begitu besar.
Tipe 2 : Perembetan memanjang (ribbon development/lineair development/axial development)
Tipe ini menunjukkan ketidakmerataan perembetan areal perkotaan di semua bagian sisi luar daripada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah disepanjang rute transportasi merupakan tekanan paling berat dari perkembangan (Yunus, 2000:127).



Tipe ini perembetannya tidak merata pada semua bagian sisi-luar dari pada daerah kota utama. Perembetan bersifat menjari dari pusat kota disepanjang jalur transportasi.
Tipe 3: Perembetan yang meloncat (leap frog development/checkkerboard development)

Perembetan yang terjadi pada tipe ini dianggap paling merugikan oleh kebanyakan pakar lingkungan , tidak efisien dan tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaanya terjadi berpencaran secara sparadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian, sehingga cepat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan produktifitas pertanian akan lebih cepat terjadi.
Data Pertanahan Di Kota
Data pertanahan di kota Indonesia terdapat antara lain di kantor BPN, Ipeda, Tata Kota, dan lain-lain. Data pertanahan itu dapat berupa peta berbagai skala dan bermacam-macam daftar.
a. Data pertanahan pada Ipeda dapat berupa:
1. Data kuantitatif, mengenai luas tiap bidang milik tanah/ bangunan; jumlah bidangmilik/bangunan; serta tanh/bangunanyang komersial atau tidak komersial;
2. Data kualitatif, mengenai harga sewa tanah per tahun, dan nilai jual tanah.
b. Data pertanahan dari BPN terdiri dari luas tanah, lokasi, macam hak, macam pemilik, daftar milik perorangan dan badan, macam tanah penggunaan, kemampuan tanah, peta pendaftaran tanah dengan skala besar, dan sebagainya.
c. Data pertanahan pada Tata Kota berupa rencana kota dan sebaginya.
Penggunaan Lahan Perkotaan
Sebagian besar dari tanah kota digunakan industry dan jasa, disamping untuk tempat tinggal. Dalam kehidupan ekonomi perkotaan, terdapat istilah ‘pendekatan dengan dasar ekonomi’ (economi based approach) yang membagi kegiatan ekonomi di kota menjadi:
a. Kegiatan ekonomi dasar (basic activities) yang membuat dan menyalurkan barang dan jasa untuk keperluan luar kota, jadi untuk ekspor ke wilayah luar kota . barang dan jasa itu berasal dari industri, perdagangan rekreasi, dan sebagainya.
b. Kegiatan ekonami bukan dasar (non basic activities) yang memproduksi dan mendistribusi barang dan jasa untuk keperluan penduduk kota sendiri. Kegiatan ekonomi ini disebut juga resident activities atau service activities.
Kegiatan ekonomi dasar merupakan hal yang penting bagi suatu kota, yaitu merupakan dasar suppaya kota dapat bertahan dan berkembang. Dalam kegiatan ekonomi ini, baik dalam kegiatan produksi dan jasa di kota untuk ‘ekspoe’ ke luar kota maupun dalam kegiatan produksi barang dan jasa untuk penduduk kota, sebagian tanah di kota digunakan untuk industry dan jasa, disamping untuk tempat tinggal. Berhubungan dengan hal tersebut, fungsi kota adalah pelayanan (antara lain perdagangan) dan industry.
B. Peran Kota
Tata guna lahan perkotaan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukan pembagian dalam ruang dari peran kota
1. Peran Kota
Dewasa ini kegiatan di kota tidak hanya berkecimbung dengan kegiatan ekonomi akan tetapi sudah meluas lagi yaitu kegiatan politik, budaya , rekreasi dan kesehatan. Hal tersebut karena adanya pengaruh dari arus globalisasi yang membentuk keintegrasian suatu pola dengan berbagai manfaat yang dapat digunakan secara maksimal. Kota tidak hanya dijadikan sebagai pusat industry dan perdagangan akan tetapi sebagai pusat politik dan kesehatan yang pada ahirnya akan mempengaruhi tata guna lahan yanga ada.
a) Kota Sebagai Pusat Industri
Dalam kota ini kegiatan industry merupakan kegiatan yang menonjol dibanding dengan kegiatan bukan industry. Pengertian industry sendiri meliputi berbagai jenis kegiatan, antara lain berdasar jenisnya (industry primer, industry sekunder, dan tersier) berdasar produksi (industry kapal terbang, kapal laut, mainan anak) dan masih banyak lagi yang lain. Kadang suatu kota mempunyai sifat gabungan daripada jenis-jenis industry tersebut, namun demikian kebanyakan hanya ada satu atau dua jenis industry yang menonjol. Sebagai contoh kota Detroit dengan industry mobilnya, Bombay dengan tekstilnya, dan lainnya.
Kota-kota yang berada di Negara sedang berkembang, kegiatan industry yang menonjol adalah industri primer (perikanan, penyulingan minyak, pertambangan dan lainnya). Dalam penggunaan tanah untuk industry dapat digunakan standar luas yang meliputi tanah untuk pabrik, garasi, gudang, taman dan lainnya yang dihitung dengan satuan luas dalam meter atau hektar. Pada tahun 1990 di seluruh Indonesia dibuat program untuk membuat beberapa kawasan industri, yaitu persediaan lahan dilengkapi dengan prasarana listrik, air, transportasi, dan telekomunikasi.

b) Kota Sebagai Pusat Perdagangan
Ditinjau dari kehidupan kota, sebenarnya setiap kota merupakan pusat perdagangan. Nammun tidak semua kota selalu diwarnai kegiatan perdagangan semata. Kota perdagangan yang besar biasanya merupakan kota pelabuhan. Hal ini dikarenakan kota ini sebagai jalur masuk / gerbang transportasi. Comtoh-contoh kota perdagangan yang bertaraf internasional, yaitu New York, London, Rotterdam, Bombay, Hamburg, Napels, Hongkong, dan sebagainya. Menurut Hudson, kota industri ini masih dibedakan lagi menjadi :
• Kota pemasaran hasil pertanian (kota Winpig, Kansas di USA)
• Kota Pusat Perbankan dan Uang (Frankfurt dan Amsterdam)
• Kota Perdagangan yang Bervariasi (Manchester, St.Louis)
• Kota pelabuhan besar yang juga berfungsi sebagai kota perdagangan
c) Kota Sebagai Pusat Politik
Pada umumnya pusat pemerintahan, pusat adsministrasi, dan politik suatu Negara merupakan ibukota negara yang bersangkutan. Peranan kota sebagai pusat kegiatan politik pemerintahan negara nampak sangat jelas. Beberapa contoh kota tersebut adalah New Delhi (Hindia), Jakarta (Indonesia), Bangkok (Thailand), Canberra (Australia), dan sebagainya.
Kota-kota politik ini menjadi berkembang, terutama ditentukan oleh perannya sebagai pusat pemerintahan negara yang bersangkutan dan merupakan pusat system pemerintahan antara pemerintahan pusat dan daerah, maupun antar negara yang satu dengan yang lain, dimana duta-duta negara lain berkedudukan pada kota-kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan negara.
d) Kota Sebagai Pusat Kebudayaan
Dalam hal ini, potensi kultural merupakan potensi yang paling menonjol dari potensi yang lain pada suatu kota. Dalam masa silam, peranan masjid di dunia Islam, gereja di dunia Kristiani serta pusat-pusat kerajaan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara. Misalnya kota Mekkah, sebagai kota religius umat Islam. Disamping kota sebagai pusat kebudayaan yang berkaitan dengan kehidupan beragama, dapat pula suatu kota menonjol karena kegiatan pendidikannya, kebudayaan khususnya seni. Contohnya kota Yogyakarta,kota ini dianggap menonjol di bidang pendidikan dan kebudayaannya. Sesuatu hal yang belum mendapat perhatian adalah belum didirikannya gedung sebagai pusat budaya, walaupun materi-materi kebudayaan yang ada cukkup memadai. Masalah birokrasi dan dana merupakan hambatan yang besar untuk mewujudkan cita-cita ini.
e) Kota Sebagai Pusat Rekreasi dan Kesehatan
Suatu kota akan mempunyai fungsi sebagai tempat rekreasi atau pun kesehatan, bila pada kota tersebut mempunyai kondisi tertentu yang mampu menarik pendatang untuk menikmati kota tersebut. Keindahan atau kenyamanan suatu kota ini dapat menjadi obat / penyembuhan. Kota-kota ini dapat dibedakan menjadi :
• Kota rekreasi tepi pantai (Miami)
• Kota rekreasi daerah pegunungan (Daves)
• Kota pulau yang digunakan untuk tujuan rekreasi (Tucson)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar